Sunday, April 5, 2015

HIDUP BAGAIKAN KUMIS DAN JENGGOT



Kumis dan jenggot identik dengan laki-laki.
Taukah kalian? Kadang, kumis dan jenggot membuat kita, para lekaki, merasa bahagia.


Sebagai laki-laki ABG norak yang baru pertama kali punya kumis dan jenggot, kita sangat bangga akan pertumbuhan "rambut baru" ini. Saking bangganya, dengan tidak sabar, kita tunggu kumis dan jenggot ini tumbuh berkembang lebat, mengharapkan bisa brewokan seperti Adam Levine.
Kumis dan jenggot inilah yang merubah kehidupan kita.

Kumis lebih cepat nongol-nya dibanding jenggot. Bisa dibilang, jenggot merupakan adik dari kumis.



Pertama kali gue punya jenggot, itu, saat...
Sekitar bulan Juni 2012, gue sedang duduk di belakang mobil bersebelahan dengan kakak gue, dalam perjalanan menuju rumah. Saat itu gue baru aja lulus SMP.
Dengan tatapan penuh kegalauan menghadap ke jendela mobil, gue memikirkan masa depan dan nasib gue yang sebentar lagi bakal pindah ke Jepang. 
Kakak gue yang terlihat bosan di mobil, memutuskan untuk mengarahkan matanya ke area muka gue yang sedang melamun dalam. Sehelai jenggot pun terlihat oleh mata kakak gue.
"IH BANU! PUNYA JENGGOT!" kata dia teriak unyu. Entah bagaimana matanya bisa melihat sehelai rambut jenggot tipis didagu gue yang licin seperti pantat bayi ini. Yang jelas ini semua bikin mood galau gue jadi hilang. 
Gue raba-raba dagu gue dari atas ke bawah, mencoba mencari sehelai rambut  itu. 
Pencarian sehelai rambut ini memakan waktu lebih lama dari yang gue bayangin.  "Mana sik?! Kok gue ga dapet-dapet" ujar gue gelisah.
"IH TUA!" jawab kakak gue, yang bukannya ngebantu gue mencari, tapi malah ngatain. 
Setelah 2 menit, akhirnya gue dapetin juga tuh sehelai jenggot. Dengan penuh kebanggaan, gue pegang dan gue tarik-tarik. Gue terharu dan mengucapkan selamat kepada diri gue sendiri dalam hati, "Selamat ban. Selamat menempuh hidup baru." 

Target gue adalah pingin bisa brewokan kaya Adam Levine. Yah, kalo gak kesampean, minimal kayak Deddy Corbuzier lah. Serem-serem menggelikan, gitu.
Tapi kenyataannya, belum setengah jalan, udah ada hambatan yang mengharuskan gue ngemotong kumis dan jenggot ini.

Ketika gue tinggal di Jepang, gue bersekolah di Sekolah Republik Indonesia Tokyo (SRIT). Setiap tahunnya, anak-anak SMA atau SMP SRIT yang postur badannya bagus dan tinggi, dipilih sama kepsek untuk berpartisipasi mengikuti Pasukan Pengibar Bendera (PASKIBRA) untuk 17 agustus-an. Dan Alhamdulillah, gue kepilih ikut serta. Bukan karena postur badan gue bagus dan elegan, tapi karena emang kekurangan orang saat itu.

Sehari sebelum hari-h, salah satu kakak taruna (yang ngelatih kita paskibra), mengucapkan perkataan yang sangat menyindir gue saat itu, 



Malam harinya adalah malam yang cukup berat bagi hidup gue. Karena gue harus berpisah dengan mereka. Kumis dan jenggot.
Yaa, gak berat-berat, sih. Nulis gini biar agak dramatis gitu.



Setelah tragedi memilukan itu, gue ingin memulai hidup baru lagi. Mulai menanam, mencangkok, men-stek kumis dan jenggot lagi.
Tapi sepertinya Tuhan berkata lain. Nyokap nggak suka sama cowok yang berkumis sama jenggot.
Ada aja alesan nyokap kenapa gue nggak boleh punya kumis dan jenggot.



Dan apa boleh buat. Gue pun mengikuti kritik dan opini dari Nyokap. Itu mungkin adalah yang terbaik.

Dari pengalaman ini, gue mendapat suatu pelajaran.

"Hidup bagaikan kumis dan jenggot."

Awalnya, kita senang mendapatkannya. Seperti halnya bayi yang baru lahir, pasti kehidupannya selalu bahagia. Tapi, semakin lebat dan dewasa kumis & jenggot kita, semakin banyak rintangan yang akan kita hadapi, yang menghalang rencana kita untuk bisa mempertahankan kumis & jenggot tersebut. 
Walaupun demikian, agar dapat beradaptasi dengan lingkungan, kita harus bisa mengambil keputusan, dan rela meninggalkan apa yang kita senangi untuk bisa hidup tentram untuk ke depannya.

Dengan catatan, apa yang kita putuskan berdampak positif untuk kehidupan di dunia maupun setelah kehidupan di dunia ;)!





PEACE!
Andika Banuraga






2 comments: