Upaya itu lumayan berjalan di bulan Januari 2016. Tapi sayangnya, di bulan Februari, kata mutiara itu sudah tidak lagi berfungsi.
Gue menulis artikel ini di tanggal 26 Februari, dan 3 hari lagi adalah akhir dari bulan Februari. Itu berarti, bulan Februari 2016 adalah bulan ter-tidak-produktif sejauh ini.
Di bulan Januari, gue berhasil menghasilkan 4 video Youtube dan melakukan beberapa meeting yang di mana kegiatan ini jarang terjadi di tahun 2015. Not so bad achievement, huh.
Ada apa di bulan Februari?
Di bulan Februari, gue telah menghajar abis-abisan UAS perkuliahan. UAS ini sekaligus menandakan perpisahaan gue menjadi mahasiswa semester satu.
Semester satu cukup memberikan gue banyak pelajaran, salah satunya adalah bahwa nilai akhir itu tidak penting. Yang penting itu adalah proses kalian menujunya. Sedangkan yang bisa menilai proses kalian belajar hanya ada tiga makhluk: Elo, Tuhan, dan Cicak di kamar lo.
Di semester satu, gue menemukan banyak rekan kelas yang lebih mementingkan nilai akhir dibandingkan prosesnya. Tipe-tipe mahasiswa yang lebih mementingkan nilai akhir biasanya rela ngelakuin apa aja biar nilainya bisa semaksimal mungkin. Seharam apapun itu caranya, pasti dilakuin. Toh hanya sebuah nilai angka. Iya, nggak? Not a big deal.
Inilah kelemahan para pelajar di Indonesia. Diperbudak oleh nilai dan nggak mentingin nilai prosesnya.
Sebenernya bukan salah mereka juga. Gue pun pernah diperbudak oleh nilai. Pada saat itu, gue berpikir nilai itu nggak penting. Gue hanya belajar apa yang gue suka. Belajar sesuatu yang positif dan menghasilkan sebuah karya yang bermanfaat. Bukan belajar sesuatu yang nggak berguna dimasa yang akan datang. Jadi, sekali lagi, nilai itu nggak penting.
Tapi, nggak enak juga kan ngeliat nilai akhir kita dji sam soe? (2,3,4). Yaudah, lah. Nyontek aja.
Itu pemikiran gue dulu.
Jangan dicontoh.
Salahkan kurikulum kita yang nggak bener.
#Loh.
Nilai sekolah atau nilai perkuliahan hanya menyombongkan diri kalian. Itupun kalau nilainya bagus. Yang nggak bisa bikin kalian sombongin adalah nilai proses kalian. Gimana cara kasih taunya?
Back to the topic.
Di bulan Februari gue nggak ngelakuin apa-apa, kecuali tidur, bangun, main GTA, makan.
Kalau nilai proses gue bisa dinilai, hasilnya pasti 0. Atau mungkin -10.
Setelah semester satu berakhir, datanglah libur panjang, di mana jatuh pada bulan Februari. Waktu luang itu bisa gue jadiin untuk berkarya. Tapi entah kenapa, mood semangat gue padam. Kalau kata anak indonesia, mager, atau males gerak. Mungkin mager menggambarkan keseharian gue di bulan Februari.
Mager. Sebuah sifat yang timbul hanya di negaraku, negara Indonesia. Mungkin karena kelamaan di jajah oleh Belanda, mager ini jadi bisa muncul.
Di bulan Februari, gue telah menghajar abis-abisan UAS perkuliahan. UAS ini sekaligus menandakan perpisahaan gue menjadi mahasiswa semester satu.
Semester satu cukup memberikan gue banyak pelajaran, salah satunya adalah bahwa nilai akhir itu tidak penting. Yang penting itu adalah proses kalian menujunya. Sedangkan yang bisa menilai proses kalian belajar hanya ada tiga makhluk: Elo, Tuhan, dan Cicak di kamar lo.
Di semester satu, gue menemukan banyak rekan kelas yang lebih mementingkan nilai akhir dibandingkan prosesnya. Tipe-tipe mahasiswa yang lebih mementingkan nilai akhir biasanya rela ngelakuin apa aja biar nilainya bisa semaksimal mungkin. Seharam apapun itu caranya, pasti dilakuin. Toh hanya sebuah nilai angka. Iya, nggak? Not a big deal.
Inilah kelemahan para pelajar di Indonesia. Diperbudak oleh nilai dan nggak mentingin nilai prosesnya.
Sebenernya bukan salah mereka juga. Gue pun pernah diperbudak oleh nilai. Pada saat itu, gue berpikir nilai itu nggak penting. Gue hanya belajar apa yang gue suka. Belajar sesuatu yang positif dan menghasilkan sebuah karya yang bermanfaat. Bukan belajar sesuatu yang nggak berguna dimasa yang akan datang. Jadi, sekali lagi, nilai itu nggak penting.
Tapi, nggak enak juga kan ngeliat nilai akhir kita dji sam soe? (2,3,4). Yaudah, lah. Nyontek aja.
Itu pemikiran gue dulu.
Jangan dicontoh.
Salahkan kurikulum kita yang nggak bener.
#Loh.
Nilai sekolah atau nilai perkuliahan hanya menyombongkan diri kalian. Itupun kalau nilainya bagus. Yang nggak bisa bikin kalian sombongin adalah nilai proses kalian. Gimana cara kasih taunya?
Back to the topic.
Di bulan Februari gue nggak ngelakuin apa-apa, kecuali tidur, bangun, main GTA, makan.
Kalau nilai proses gue bisa dinilai, hasilnya pasti 0. Atau mungkin -10.
Setelah semester satu berakhir, datanglah libur panjang, di mana jatuh pada bulan Februari. Waktu luang itu bisa gue jadiin untuk berkarya. Tapi entah kenapa, mood semangat gue padam. Kalau kata anak indonesia, mager, atau males gerak. Mungkin mager menggambarkan keseharian gue di bulan Februari.
Mager. Sebuah sifat yang timbul hanya di negaraku, negara Indonesia. Mungkin karena kelamaan di jajah oleh Belanda, mager ini jadi bisa muncul.
This comment has been removed by the author.
ReplyDeleteGue paling suka postingan lo yang ini ban. Memang banyak banget hal yang harus di perbaiki dalam dunia pendidikan Indonesia ini.
ReplyDeleteSaat gue baca tulisan "Mager. Sebuah sifat yang timbul hanya di negaraku, negara Indonesia." seketika gue sadar, cara kita hidup tergantung dimana kita hidup, dan apa yang ada disekeliling nya.